MEMBACA DAN MEMBONGKAR SIMBOL MENURUT PEMIKIRAN PIERRE BOURDIEU
penulis : Hendrik
Pierre Bourdiueu dalam membongkar manipulasi sistem simbol lewat tiga alat baca Konseptual dan Operasional yaitu :Hermeneutika, Kekuasaan(power), Kekerasan(violence).
Bagian satu, Hermeneutika diartikan sebagai teori analisis dan praktik penafsiran terhadap teks. Teori ini menitikberatkan ukuran kebenaran pada rasionalitas ilmiah. Rasionalitas dalam konteks hermeneutika lebih berkaitan dengan konsistensi, logika, metodologi yang tepat, dan pemikiran kritis yang melibatkan penalaran reflektif. Hermeneutika mengandung kemahiran dalam membaca teks-teks pada ruang relativitas kultur dan historis dari wacana manusia. Proses kegiatan reflektif terhadap pengetahuan dan karya manusia dalam teori hermeneutika selalu terkait dengan persoalan waktu, tempat, pencipta teks, dan subyek penafsir.
Bagian dua, Kekuasaan(power) memiliki pengertian yang beragam, digunakan sebagai aspek pengetahuan dan tatanan kehidupan. Istilah ini bisa menunjuk pada kekuatan ekonomis, kekuatan politik, kekuatan militer, dan sebagainya. Kekuasaan sering berbicara mengenai hubungan antara yang menguasai dan yang dikuasai dalam sebuah hubungan institusi yang di sebut negara. Makna kekuasaan mengisyaratkan perbedaan dalam mengidentifikasi sumber-sumber kekuasaan, penyelenggaraan kekuasaan, dan siapa yang berhak memegang kekuasaan. Kekuasaan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi orang lain serta kemampuan untuk menentukan keputusan sehingga orang lain mengikuti keputusan tersebut, sesuai dengan kehendak yang membuat keputusan. Sebagai penguatan penjelasan Plato seorang filsuf dalam pemikiran politiknya mengaitkan defenisi kekuasaan dalam dua istilah yunani, yaitu “peithein” yang berarti persuasi dan “bia” yang berarti paksaan atau kekerasan. Pada istilah persuasi kekuasaan haruslah dimaknai sebagai kesanggupan menyakinkan(persuasi) orang lain agar orang yang diyakinkan itu melakukan apa yang diyakininya sesuai kehendak orang yang melakukan persuasi.
Bagian ketiga, Kekerasan(violence)
apabila konsepsi kekerasan dimaknai sebuah upaya pemaksaan sebagai
mekanismenya, maka kekerasan dapat berbagai bentuk. Ia bisa berupa kekerasan
fisik tubuh(raga) sebagai obyek dan
kekerasan psikologis(jiwa). Kekerasan struktur negara terhadap wacana, bahasa,
dan bentuk-bentuk simbolik lainnya. pola kekerasan selalu berada pada ruang
kekuasaan. Keduanya tidak bisa di pisahkan secara diametral. Artinya kehadiran
kekerasan mengandaikan mekanisme kekuasaan tertentu. Mekanisme ini berjalan
halus sehingga yang didominasi tidak sadar, patuh, dan menerima begitu saja. Dan
mekanisme yang semacam ini kemudian di sebut sebagai kekerasan simbolik (symbolic violence).
Dengan demikian, sistem simbol
merupakan medium yang menjadi perantara kita dalam memaknai sesuatu,
memproduksi dan mengubah makna. Sistem refresentasi sebagai kekuatan sistem
simbol dalam beroperasi. Simbol bisa berupa ( Bahasa, wacana, gambar, dan
semacamnya ) yang mengungkapkan pikiran, konsep, dan ide-ide tentang
sesuatu. Suatu makna tergantung dari
cara ‘merepresentasikannya’ membedah
simbol-simbol yang digunakan dan imej
yang digunakan dalam merepresentasikannya, maka terlihat jelas proses pemaknaan, penilaian, dan
pembelokan tanda yang diberikan pada sesuatu tersebut.
Kekuatan simbol mampu menggiring siapapun untuk mempercayai, mengakui, melestarikan, atau mengubah persepsi hingga tingkah laku dalam bersentuhan dengan realitas. Daya magis simbol tidak terletak pada kemampuannya merepresentasikan kenyataan, tetapi realitas juga direpresentasikan lewat penggunaan logika simbol. Maka untuk membongkar manipulasi sistem simbol digunakan berbagai alat baca konseptual dan operasional teori.
Referensi: Fauzi Fashri, Penyingkapan Kuasa Simbol
0 komentar:
Posting Komentar